Budidaya udang menjadi salah satu sektor paling penting dalam industri akuakultur Indonesia. Dengan potensi sumber daya yang menjanjikan, pemerintah menargetkan pertumbuhan hingga 8% per tahun, menjadikan udang sebagai komoditas unggulan baik untuk ketahanan pangan nasional maupun sumber devisa.

Namun, seperti banyak industri lainnya, akuakultur menghadapi tantangan serius dalam menjaga kualitas sumber daya. Kualitas air—sebagai “jantung” budidaya—sering kali mengalami penurunan akibat faktor lingkungan maupun aktivitas manusia. Jika tidak ditangani dengan baik, hal ini dapat menurunkan produktivitas dan meningkatkan risiko penyakit pada tambak.

Dampak Perubahan Iklim terhadap Kualitas Air

Perubahan iklim menjadi salah satu faktor yang sulit dikendalikan petambak. Suhu, curah hujan, kekeringan, hingga kadar salinitas dapat memengaruhi kualitas air tambak. Kondisi ini sering berujung pada masalah serius, seperti berkurangnya kadar oksigen terlarut hingga meningkatnya risiko wabah penyakit.

Beberapa tambak modern telah memanfaatkan teknologi IoT (Internet of Things) untuk memantau kualitas air secara real-time. Namun, penerapan teknologi ini di area pedesaan masih menjadi tantangan. Pada praktik tradisional, petambak biasanya menggunakan tanaman air sebagai peneduh, memperkuat pematang tambak dengan jaring atau pagar, hingga menambahkan kapur untuk memperbaiki kualitas air. Meski membantu, cara ini hanya bersifat sementara.

Mengapa Peracetic Acid Relevan untuk Akuakultur?

Peracetic Acid (PAA) hadir sebagai solusi yang terbukti efektif dalam menjaga kualitas air tambak. Dibandingkan metode desinfeksi lain seperti klorin atau formalin, PAA lebih ramah lingkungan karena terurai menjadi zat yang tidak berbahaya: oksigen, asam asetat, dan air.

Berikut alasan mengapa PAA semakin relevan digunakan di industri akuakultur:

  • Ramah lingkungan: Tidak meninggalkan produk samping berbahaya seperti senyawa karsinogenik atau mutagenik.
  • Spektrum luas: Efektif melawan bakteri, virus, jamur, spora, hingga parasit.
  • Aplikasi beragam: Digunakan untuk desinfeksi telur, sterilisasi peralatan, hingga pengendalian parasit pada ikan.
  • Cocok untuk Recirculating Aquaculture Systems (RAS): Studi menunjukkan dosis rendah PAA tidak merusak biofilter, bahkan dapat membantu mengurangi kadar amonia dalam air.
  • Aman bagi ikan: Sebagian besar spesies ikan dapat mentoleransi konsentrasi PAA di bawah 2 mg/L dengan pemulihan fisiologis yang baik.
  • Diterima secara regulasi: Penggunaan PAA sudah disetujui di Eropa dan semakin meluas di Amerika Serikat serta negara lain.

Dengan berbagai keunggulan ini, PAA memberikan keseimbangan antara efektivitas desinfeksi dan keberlanjutan lingkungan.

Pertimbangan dalam Penggunaan Peracetic Acid

Meski memiliki banyak keunggulan, penggunaan PAA tetap perlu diperhatikan:

  • Metode aplikasi: Penggunaan dengan frekuensi tinggi atau dosis besar dapat mengganggu proses nitrifikasi meski sifatnya sementara.
  • Perlu monitoring: Efek desinfeksi bisa tertunda, dan beberapa bakteri dapat masuk ke kondisi viable but non-culturable (VBNC).
  • Degradasi cepat: PAA mudah terurai di air, sehingga pengaturan dosis pada sistem besar perlu lebih teliti.

Industri akuakultur, khususnya budidaya udang, memiliki peran penting bagi perekonomian dan ketahanan pangan Indonesia. Menjaga kualitas air dengan solusi ramah lingkungan seperti Peracetic Acid bukan hanya mendukung produktivitas, tetapi juga memastikan keberlanjutan ekosistem perairan.

Ketika keberlanjutan menjadi pilihan, memilih Peracetic Acid adalah langkah strategis untuk memastikan masa depan akuakultur yang sehat dan berdaya saing. Hubungi PT. Bahtera Adi Jaya, untuk solusi bisnis Anda.