Kebutuhan pangan dunia tengah menghadapi tekanan besar akibat pertumbuhan populasi yang pesat. Diperkirakan jumlah penduduk global akan meningkat dari 7 miliar menjadi 9 miliar jiwa pada tahun 2050, atau naik lebih dari 30%. Kondisi ini menuntut peningkatan produksi pangan global sebesar 70% dalam periode yang sama.
Ironisnya, di tengah kebutuhan pangan yang meningkat, malnutrisi masih dialami oleh sekitar sepersembilan populasi dunia. Salah satu penyebab utama kekurangan pangan adalah kerugian hasil panen akibat serangan hama, gulma, dan penyakit tanaman, yang diperkirakan menyebabkan kehilangan 25% hingga 40% hasil panen secara global.
Dilema Penggunaan Solvent dalam Pestisida
Pestisida telah lama menjadi salah satu cara paling efektif untuk melindungi tanaman dari serangan hama. Namun, penggunaan pestisida tidak lepas dari peran solvent (pelarut) dalam formulasi kimianya.
Apa Itu Solvent dalam Pestisida?
Solvent adalah pelarut yang membantu bahan aktif pestisida agar larut sempurna dan tersebar merata saat diaplikasikan.
Tanpa solvent, bahan aktif mungkin tidak dapat disebar atau diserap dengan baik. Namun demikian, solvent konvensional menimbulkan sejumlah masalah keberlanjutan, seperti:
- Bersifat berbahaya: mudah terbakar dan berpotensi toksik bagi pengguna maupun tanaman.
- Mencemari lingkungan: mengandung Volatile Organic Compounds (VOC) yang berkontribusi terhadap emisi berbahaya.
- Tidak ramah lingkungan: proses produksinya menghasilkan limbah industri dan risiko pencemaran akibat kebocoran atau pembuangan yang tidak tepat.
Kriteria Solvent Ramah Lingkungan
Gerakan kimia hijau (green chemistry) mendorong industri untuk beralih ke solvent ramah lingkungan (green solvents). Solvent jenis ini dinilai lebih aman bagi manusia, tanaman, dan ekosistem.
Agar dapat dikategorikan sebagai green solvent, pelarut harus memenuhi kriteria berikut:
- Berasal dari bahan baku terbarukan, seperti biomassa atau biohidrokarbon dari kelapa sawit.
- Biodegradable dan tidak bertahan lama di lingkungan.
- Dapat didaur ulang tanpa menimbulkan limbah berbahaya.
- Tidak bersifat karsinogenik maupun korosif.
Beberapa contoh green solvent antara lain air, polimer cair, fluida superkritis, cairan gas yang diperluas, serta solvent berbasis biomassa.
Pertumbuhan Pasar Global Green Solvents
Permintaan terhadap green solvents terus meningkat seiring dengan kesadaran global akan pentingnya keberlanjutan.
| Indikator Pasar Green Solvents | Nilai Proyeksi | Tingkat Pertumbuhan (CAGR) | Catatan |
|---|---|---|---|
| Nilai Pasar Global 2024 | USD 2,04 Miliar | 7,5% (2024–2025) | Didukung adopsi waterborne coating dan permintaan tinggi dari sektor otomotif dan konstruksi. |
| Nilai Pasar Global 2025 | USD 2,19 Miliar | – | – |
| Nilai Pasar Global 2029 | USD 2,99 Miliar | 8,1% (2025–2029) | Industri beradaptasi melalui diversifikasi rantai pasok dan sumber bahan baku strategis. |
Data ini menunjukkan bahwa pasar green solvents tidak hanya stabil, tetapi juga mengalami percepatan pertumbuhan dan melampaui estimasi sebelumnya.
Upaya Indonesia Menuju Pertanian Berkelanjutan
Sebagai negara agraris dan maritim, Indonesia berkomitmen kuat terhadap pertanian berkelanjutan dengan mengurangi penggunaan pestisida berbahaya.
Beberapa langkah nyata yang telah dilakukan pemerintah antara lain:
- Regulasi Nasional:
Kementerian Pertanian mengeluarkan Peraturan Pertanian Berkelanjutan (2019) yang melarang penggunaan pestisida ilegal dan tidak terdaftar. - Pengujian Keamanan Pangan (2022):
Badan Pangan Nasional (NFA) melakukan pengujian acak terhadap sayuran di pasar tradisional Jakarta, dan tidak ditemukan residu pestisida berbahaya. - Inisiatif 2024 – FAST Programme:
Pemerintah meluncurkan FAST Programme untuk mempercepat transformasi menuju pertanian berkelanjutan dan ketahanan pangan nasional.
Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil Survei Ekonomi Pertanian (SEP) 2024 yang memuat indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) di sektor pertanian — langkah penting dalam pemantauan keberlanjutan.
Kesimpulan
Pergeseran menuju solusi kimia ramah lingkungan bukan sekadar tren, tetapi kebutuhan mendesak untuk menjawab tantangan pangan global.
Dengan mengadopsi solvent ramah lingkungan, industri pertanian dapat:
- Mengurangi risiko lingkungan,
- Meningkatkan keamanan pangan, dan
- Mendorong produktivitas berkelanjutan.
Kini saatnya pelaku industri mengambil bagian dalam transformasi ini. Klik disini untuk temukan solusi kimia Anda.